Freedom Toaster dan efeknya terhadap dunia TI Indonesia

Freedom ToasterFreedom Toaster. Demikianlah nama yang diberikan kepada sebuah mesin yang dapat digunakan untuk membakar sejumlah software open source ke dalam sebuah CD atau DVD. Inisiatif ini tentunya sangat menarik sekali, mengingat tidak semua orang memiliki kemampuan untuk men-download software yang ukurannya besarnya sekaligus. Keterbatasan koneksi internet dan semangat untuk mempromosikan produk-produk open source telah mendorong lahirnya mesin ini. Mau tahu siapa pihak yang berada di belakang inisiatif ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah Mark Shuttleworth beserta yayasan yang dimilikinya. Jika anda pernah mengenal dan menggunakan Ubuntu, tentu tokoh yang satu ini bukanlah orang asing lagi.

Tentu yang segera terbayang di kepala anda, proyek ini lahir untuk mempromosikan Ubuntu yang disponsori oleh orang yang sama? Dugaan ini ada benar dan tidak benar. Tapi setelah dilihat adapun software yang ditawarkan sangatlah variatif. Hampir semua distro linux yang besar-besar ada di sana, ditambah lagi dengan beberapa aplikasi seperti Open Office, Firemonger, Open CD, dan lain-lain. Yang perlu dilakukan jika anda ingin memperoleh software tersebut adalah dengan datang ke lokasi mesin terdekat sembari membawa beberapa CD/DVD kosong. Proses pembakaran berlangsung di tempat. Sayangnya saat ini Freedom Toaster baru dapat ditemui di sejumlah lokasi di Afrika Selatan dan Namibia. Selain ini baru langkah awal dari proyek, saya rasa penduduk di daerah tersebut perlu didukung oleh sarana seperti ini untuk memajukan sektor Teknologi dan Informasi di sana dengan biaya yang terjangkau.

Nah, sekarang kita beralih ke negeri kita, Indonesia. Di mana sebagian besar penduduknya masih bergantung kepada warnet untuk mengakses internet dan minimnya penggunaan produk-produk open source sebagai alternatif dari produk komersial. Apakah ide atau inisiatif ini tidak menggugah kita untuk melakukan hal yang sama? Saya rasa proyek semacam ini sangat dapat direalisasikan dan tidak perlu dengan biaya mahal. Spesifikasi dari mesin Freedom Toaster tidaklah secanggih dari apa yang mungkin terbayang di benak kita. Jadi kita pun bisa membangun mesin yang sama, kalau mau. Lalu dananya dari mana? Siapa yang akan mengelolanya? Indonesia adalah negara kaya, dana untuk proyek-proyek sejenis itu sebenarnya ada dan banyak perusahaan-perusahaan TI yang mau investasi di sini. Tinggal bagaimana kita mendekati dan mencari sumber uang tersebut. Terus, kita juga punya sumber daya manusia yang besar. Sudah banyak kawan-kawan kita yang bergelar Master dan Doktor yang siap mensinsingkan lengan baju untuk terlibat di dalamnya. Kalau Presiden SBY dan Menkominfo kita benar-benar memiliki komitmen untuk memajukan TI di Indonesia seperti yang pernah diutarakan sebelumnya, di sinilah lahan untuk memulai. Jadi jangan hanya bicara saja, Pak!

Efek samping dari proyek seperti ini cukup berarti. Selain memberikan lapangan pekerjaan kepada teman-teman kita yang menganggur, investasi TI di Indonesia meningkat dan pendidikan TI kita juga semakin maju. Masa’ kita mau kalah dari orang India yang jelas-jelas standar hidup mereka secara riil masih jauh di bawah kita orang Indonesia. Saya pernah menonton sebuah film dokumenter tentang TI di India di Discovery Channel, mereka bahkan punya mesin-mesin seperti halnya Freedom Toaster di seluruh India. Bedanya mesin di India berupa sebuah komputer kecil yang berisikan aplikasi komputer sederhana, seperti Paint, Wordpad, dan lain sebagainya. Tujuannya sederhana sekali, mengenalkan komputer kepada penduduk sehingga mereka dari sejak kecil bisa menggunakan komputer dan terbiasa bekerja dengannya. Di Indonesia, boro-boro bisa seperti ini. Walaupun kita sanggup membeli komputer, tapi untuk berpikir sampai ke sana, kita masih tertinggal jauh. 😦 Kalaupun inisiatif itu ada, selalu terhalang dengan macam-macam tantangan dan hambatan. Kalaupun ada dana, itu pun tidak optimal dipakai alias sudah disunat duluan.

Adapun kesimpulan yang mungkin bisa diambil, saya rasa kita butuh mesin-mesin seperti Freedom Toaster. Mari Bapak-bapak, Ibu-ibu yang saya hormati kita pikirkan juga pendidikan TI di Indonesia. Seperti yang saya pernah dengar dari Pak Habibie beberapa waktu lalu di Hamburg, cikal bakal kemajuan suatu negara salah satunya bergantung kepada kemajuan TI di negara tersebut. Makanya waktu itu beliau banyak mengirimkan orang-orang terdidik dan terlatih untuk menimba ilmu dan pengalaman di luar negeri. Tidak terhitung jumlahnya, silih berganti setiap tahun. Sejumlah proyek-proyek TI dikembangkan sampai ke produksi pesawat terbang yang menurut sebagian orang merupakan proyek-proyek ambisius. Saya justru tidak melihat keambisiusan dibalik itu semua. Proyek-proyek tersebut banyak menghabiskan dana, tapi kalau dibandingkan dengan proyek-proyek serupa yang dikembangkan oleh perusahaan swasta seperti Airbus ataupun Boeing, masih lebih kecil. Tapi lebih kepada efeknya bagi kemajuan TI kita. Hanya saja sekarang sayang sumber-sumber daya yang pernah kita punya tadi, mulai luntur satu per satu. Sebagai contoh banyak kawan-kawan tadi kehilangan pekerjaan dan beralih profesi. Ditambah lagi dengan apresiasi pemerintah terhadap mereka juga sangatlah rendah.

Tulisan ini hanyalah sebuah wacana yang mudah-mudahan bisa menggerakkan hati kawan-kawan untuk lebih peduli. Saya sendiri belumlah tentu mampu untuk merealisasikan ini semua. Tapi saya sudah berjanji kepada diri sendiri, insya Allah kalau ada rezeki saya ingin membangun sebuah mesin seperti Freedom Toaster di Indonesia. Tidak perlu besar, tapi paling tidak bisa membantu penduduk sekitar tempat tinggal.

~ Mulailah sesuatu dengan langkah-langkah kecil…

Advertisement