Uaaahhh… enaknya bangun pagi hari ini setelah hampir lima hari lamanya kurang tidur. Selama liburan musim dingin kali ini, banyak hal-hal menarik yang terjadi, yang saya alami dan anggap sebagai suatu pengalaman baru yang sangat berharga. Bisa jadi pengalaman-pengalaman tersebut hanya dapat terjadi sekali dalam seumur hidup. Namun, oleh karena keterbatasan tempat dan waktu, saya hanya dapat menceritakan sebagian kecil dari perjalanan ke Swiss.
Perjalanan panjang yang melelahkan ini dimulai pada hari Selasa, 24 Desember 2002 yang lalu. Di mana saya dan teman-teman dengan menggunakan sebuah mobil sewaan berangkat dari Rotterdam menuju Swiss. Ketika itu waktu telah menunjukkan pukul 01.00 pagi. Dengan bantuan sebuah PDA yang ada GPS-nya, alhamdulillah setelah hampir 8 jam lamanya, kami pun sampai di perbatasan Jerman dan Swiss. Di sebuah restoran yang kebtulan belum buka, karena masih pagi, kami pun beristirahat sebentar sambil sarapan. Setelah itu, perjalanan kemudian dilanjutkan. Kota pertama di Swiss yang kami kunjungi adalah Schafhaussen. Di sana kami mengunjungi sebuah objek wisata air terjun yang konon merupakan air terjun terbesar di Eropa. Lumayan menarik, terlebih lagi bentuknya yang mirip dengan air terjun Niagara di Amerika Serikat. Setelah mengambil beberapa foto, perjalanan pun dilanjutkan. Tujuan kedua adalah Zurich. Zurich merupakan salah satu kota terbesar di Swiss dan menjadi salah satu pusat perekonomian dunia. Oleh karena ketika itu adalah hari Natal pertama, jalan-jalan di kota sepi dari orang yang lalu lalang. Walhasil, tidak banyak yang dapat dilihat dari kota ini, kecuali pusat kota yang mencerminkan kebudayaan Eropa abad pertengahan.
Tepat tengah hari, kami pun sampai di Interlaken, tempat di mana kami akan menghabiskan sebagian besar liburan musim dingin kali ini. Selama di sana, kami tinggal di sebuah backpackers villa dan harus memasak sendiri. Lumayan bisa menghemat biaya, apalagi Swiss adalah negara mahal. Jadi harus pintar-pintar mengatur pengeluaran, kalau tidak mau tekor. Di Interlaken, kami sempat hiking ke JungfrauJoh dan beberapa puncak lainnya yang menjadi bagian dari pengunungan Alpen Swiss. Untuk pertama kalinya pulalah, saya dapat melihat salju dari dekat dan dalam jumlah yang banyak. Tidak seperti yang ada di Belanda beberapa tahun belakangan ini. Di beberapa bagian Belanda hampir saja tidak pernah turun salju. Yang ada hanyalah suhu dinginnya saja:( Di JungfrauJoh (3454m), Grindelwald kami sempat naik kereta api sampai ke Kleine Scheidegg (2061m) dan kemudian berjalan sedikit sampai ke sebuah puncak kecil di sana. Keesokan harinya, hiking yang sebenarnya pun mulai dilakukan. Pagi-pagi sekali kami udah berangkat ke Stechelberg (922m), lalu dengan menggunakan sebuah cable car ke Gimmelwald (1400m) dilanjutkan dengan hiking ke Murren (1634m) dan Allmendhubbel (1912m). Selama dalam perjalanan, selain menikmati keindahan pemandangan alam yang terbentang, kami juga dapat melihat beberapa tempat yang digunakan orang-orang untuk berolahraga ski. Setelah sampai di Allmendhubbel, hari pun menjelang sore. Istirahat sebentar dan kemudian kembali ke bawah melalui rute yang sama sewaktu naik tadi. Rencananya, perjalanan akan dilanjutkan ke Beatenberg (1200m), namun oleh karena hari sudah malam, terpaksa rencana ini kami urungkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Malam itu kami habiskan dengan berbincang-bincang dan membicarakan rute perjalanan untuk keesokkan harinya.
Tepat pukul 10.00 pagi, setelah check-out dari penginapan, kami menuju ke tujuan berikutnya, Leukerbad, sebuah tempat pemandian air panas. Dalam perjalanan ke sana, kami sempat menaiki kereta api yang dapat mengangkut mobil-mobil seperti halnya ferry di Indonesia. Terus terang, hal yang demikian baru pernah saya alami selama ini. Sesampainya di Leukerbad, hampir dua jam lamanya kami berendam menikmati kehangatan air panas sambil menikmati pemandangan alam yang begitu indah, di mana di sekeliling tempat pemandian
adalah bukit-bukit dan gunung-gunung yang berselimutkan salju abadi. Tak terasa waktu pun segera berlalu dan kami pun harus melanjutkan perjalanan kembali.
Tujuan selanjutnya adalah Zermatt (1620m), kota yang terkenal dengan puncak Matterhorn-nya (4478m). Sebelum sampai di sana, mobil harus diparkir di sebuah kota kecil sebelum Zermatt, Tasch. Di sana dengan menggunakan kereta api, kami memasuki kota Zermatt. Yang unik dari kota ini adalah kebijaksanaan kota yang ramah lingkungan, di mana semua kendaraan bermotor yang mengunakan bahan bakar minyak tidak diizinkan melintas di dalam kota dan kawasan sekitarnya. Yang ada hanyalah mobil-mobil kecil yang bertenagakan listrik dan bendi, kereta yang ditarik oleh kuda. Namun, walaupun kecil, kota ini dapat menarik banyak wisatawan baik yang akan berolahraga ski maupun sekedar ingin menikmati pemandangan alamnya. Setelah check-in dan makan malam, kami pun mulai berkeliling kota dengan berjalan kaki. Suasana kotanya begitu hidup, sehingga tak terasa waktu pun berlalu dan menjelang larut malam, kami pun kembali ke penginapan untuk beristirahat.
Keesokan harinya, saya dan Widy pagi-pagi sekali sudah memulai hiking ke Furi(1864m). Sementara Mukti dan Farid menempuh jalur yang berbeda, walaupun pada akhirnya mereka mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk ke Furi juga. Medan yang dihadapi lumayan berat, apalagi semalamnya sempat turun hujan salju. Kami sempat menempuh medan yang diperuntukkan untuk olahraga ski dan ketika itu belum ada yang berjalan kaki melalui daerah itu. Hampir dua jam lamanya, akhirnya kami pun sampai di Furi dengan selamat. Ada keinginan untuk melanjutkan perjalanan ke tempat yang lebih tinggi, akan tetapi niat ini kami urungkan mengingat kondisi yang tidak mengizinkan. Tak beberapa lama kemudian, Mukti dan Farid sampai di Furi dengan menggunakan cable car dan kami pun berjalan bersama-sama ke bawah. Yang lucunya, sementara saya dan Widy berjalan kaki, Mukti dan Farid turun ke bawah dengan menggunakan kereta luncur. Sungguh suatu hal yang tidak adil.. 🙂
Petualangan di Zermatt kami akhiri dengan menikmati makan siang di kereta api menuju Tasch.
Setelah Tasch, perjalanan dilanjutkan ke Jenewa. Waktu tempuh ketika itu lebih kurang dua jam lamanya. Sampai di Jenewa, shalat di sebuah masjid di sana dan kemudian check-in di penginapan yang telah direservasi sebelumnya. Pada malam harinya, sebagian besar waktu kami habiskan dengan berkeliling di pusat kota Jenewa.
Setelah Jenewa, petualangan ke pegunungan es masih terus dilanjutkan. Kali ini, ke Chamonix, Perancis. Sebuah kota kecil di kaki gunung Mont Blanc. Dengan menggunakan cable car kamipun sampai di salah satu puncak di Mt Blanc, Aiguille du Midi (3842m). Ketika itu sedang badai salju sehingga jarak penglihatan hampir nol. Kami sempat khawatir juga, bagaimana kalau badai salju ini tidak berhenti dan semakin besar, tentunya hari itu kami harus bermalam di sana. Tapi, untunglah kami dapat kembali dengan selamat di Chamonix. Sungguh suatu hal yang tidak dapat dibayangkan, pernah berada di ketinggian di atas 3800m dalam kondisi yang demikian.
Sebelum akhirnya kembali ke Rotterdam, kami pun menyempatkan diri untuk berolahraga ski di Chamonix. Apalagi didukung dengan biaya sewa peralatan yang murah sekali, akhirnya keinginan untuk mencoba olahraga ski tercapai juga. Rupanya tidak seperti yang dibayangkan semula, olahraga ski olahraga yang berat dan berbahaya dan memerlukan teknik yang memadai. Hal ini terbukti dengan suksesnya saya jatuh setiap kali mencoba untuk ski di setiap turunan. Yang paling sulit adalah bagaimana untuk berhenti dan mengatur rute perjalanan. Setelah beberapa kali jatuh bangun, akhirnya saya mulai bisa sedikit-sedikit mengetahui teknik yang benar. Sampai suatu ketika saya dengan suksesnya turun tanpa jatuh sekali pun he..he.. Berhasil!
Setelah puas dengan berolahraga ski, kami pun meluncur ke arah Rotterdam, dengan sebelumnya sempat berhenti di Strasburg, Perancis untuk istirahat sejenak. Perjalanan kembali memakan waktu sekitar 10 jam an, karena di tengah perjalanan antara
Nancy dan Metz dan di sebuah kota di Belgia, kita memutuskan berhenti untuk melepas lelah dan tidur. Alhamdulillah, tepat pukul 09.30 pagi, Senin, 30 Desember 2002, sampai di Rotterdam lagi dengan selamat.
Mau tahu apa yang saya lakukan ketika pertama kali sampai di kamar? Yap! You’re right! Take some rest he..he.. (“,) Tengah malamnya sempat terbangun karena mau menelpon orang tua di Indonesia dan mencuci pakaian. Lalu tidur lagi sampai pagi…
I wish I could make this kind of journey once again in my life…